Sabtu, 12 April 2008

Tantangan Industri Asuransi 2008 : Perusahaan Asuransi Bakal Sibuk Menambah Modal

Mengawali tahun 2008 otoritas yang mengatur bisnis industri asuransi, yakni Bapepam-LK Departemen Keuangan (Depkeu) akan menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Mereka akan memulai langkah menata industri asuransi.

Ada dua pekerjaan rumah yang akan diselesaikan. Pertama, pemerintah selaku regulator akan merevisi Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian karena ketentuan yang menjadi payung bagi usaha asuransi tersebut kini sudah ketinggalan jaman.

Kedua, Depkeu juga membuat rancangan perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 tentang penyelenggaraan Usaha Perasuransian. Rancangan ketentuan ini saat ini bahkan sudah berada di tangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Bagian terpenting dalam dua aturan itu adalah mengenai permodalan perusahaan asuransi. Aturan ini akan merevisi modal minimum perusahaan asuransi.

Dalam ketentuan yang hingga kini masih berlaku, modal untuk mendirikan perusahaan asuransi masih sangat mini. Untuk perusahaan asuransi kerugian lokal misalnya hanya membutuhkan modal Rp. 3 miliar, asuransi jiwa sebesar Rp. 2 miliar dan reasuransi sebesar Rp. 10 miliar.

Sedangkan pelaku industri asuransi patungan (joint venture) memerlukan modal lebih besar. Untuk asuransi jiwa membutuhkan modal Rp. 4,5 miliar, asuransi kerugian sebesar Rp. 15 miliar, dan reasuransi sebesar Rp. 30 miliar.

Dalam ketentuan yang akan berlaku nanti, Depkeu mengharuskan modal pendirian yang lebih besar. Aturan itu mengharuskan perusahaan asuransi umum dan jiwa minimal memiliki modal Rp. 25 miliar pada tahun 2008. Jumlahnya meningkat lagi menjadi Rp. 60 miliar di tahun berikutnya. Selanjutnya modal minimal harus sebesar Rp. 100 miliar pada tahun 2010.

Sedangkan untuk perusahaan reasuransi miniml harus memiliki modal sebesar Rp. 60 miliar tahun 2008. Mereka juga harus terus menggenjot modalnya menjadi dua kali lipat tahun 2009 menjadi Rp. 120 miliar dan selanjutnya Rp. 200 miliar pada tahun 2010.

Lalu mengapa Depkeu mengharuskan perusahaan asuransi mempunyai modal yang besar? Pertama, karena Depkeu melihat perusahaan asuransi merupakan penyedia jasa yang memiliki risiko besar dalam bisnis. Dengan modal yang besar, Depkeu berharap perusahaan asuransi dapat menunaikan kewajibannya menanggung risiko para pemegang polisnya.

Kedua, modal yang cukup akan memperlihatkan tingkat kesehatan perusahaan. Seperti Anda ketahui, regulator memberlakukan tingkatkesehatan asuransi atau Risk Based Capital (RBC) 120%. Artinya, perusahaan asuransi hanya diperbolehkan mengcover risiko di bawah 20% dari modalnya.

Depkeu juga melihat perusahaan asuransi yang memiliki odal minim tidak akan memiliki kesempatan untuk berekspansi bisnis. Bila melakukan ekspansi, modal mereka akan tergerus. Dalam jangka panjang, perusahaan seperti ini tidak akan berkembang selayaknya perusahaan yang sehat.

Bagi perusahaan asuransi yang tidak memenuhi ketentuan moda, Depkeu sudah menyiapkan sanksinya. Depkeu akan mengisolasi wilayah kerja perusahaan asuransi dalam berbisnis. Perusahaan asuransi hanya boleh beroperasi dalam wilayah tertentu saja. Selain itu, regulator juga akan mengenakan sanksi atas produk usaha mereka. Ujung-ujungnya, perusahaan bermodal cekak itu dilarang menjual produk mereka.

Beberapa perusahaan asuransi kini sudah mulai mengambil ancang-ancang. Sebagian berencana mendapatkan suntikan modal baru dari pemegang saham. Ada juga yang mengambil kebijakan untuk tidak membagikan dividen. namun, tidak sedikit juga yang sudah melempar handuk pagi-pagi.

Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat, sudah ada 20 perusahaan asuransi yang sudah tak lagi melaporkan kegiatan bisnisnya hingga triwulan ketiga tahun 2007.

Sumber : Koran Kontan

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda